TKI Korban dari Kebijakan Eufimistic Pemerintah

             Bertujuan untuk meningkatkan masalah dan kesengsaraan banyak TKI yang telah tertahan dalam minggu ini, pemerintah Indonesia dengan bangga mengumungka tentang pemgiriman uang oleh TKI diterima negara Rp 105 Trilyun pada 2014, meningkat secara signifikan dari Rp 70,6 Trilyun pada tahun lalu.

Pengumuman itu mendapatkan kritik dari para LSM dan media,yang mana secara tidak langsung pemerintah dituduh kurang memperhatikan ketrampilan dan nasib TKI dan perdagangan manusia yang merajaleladari pada uang yang mereka kirim.

Mungkin itu gambaran fantastis untuk negara Philipina dengan populasi 90 juta dan PP US$ 2,765 tetapi Singapura dengan 5,5 juta populasi dan PP sekitar $ 56,700 atau Malaysia dengan 29 juta populasi dan PP sekitar $ 10,800. Meskipun meningkatkan kekhawatiran pada jumlah dari seluruh TKI yang bermasalah, pemerintah masih menerapkan kebijakan euphemistik pada PJTKI, oleh terutama TKI ke negeri tetangga dan negara timur tengah.

Siti Zaenab, TKI dari Bangkalan, pulau Madura, Jawa Timur, dan Karni binti Medi Tarsim dari Brebes, Jawa Tengah, yang dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi di Arab Saudi pada bulan April atas tuduhan pembunuhan, hanya 2 dari puluhan TKI pada Informal. Meskipun Indonesia menarik kembali ribuan TKI informal di Arab Saudi dan Malaysia yang ilegal, jutaan pekerja lepas masih dipekerjaan sebagai PRT, tukang kebun, dan pekerja konstruksi. Hal ini  terjadi meskipun moratorium pengiriman TKI ke timur tengah, yang ditetapkan pada 1 Agustus 2011 karena peningkatan jumlah TKI bermasalah dari Indonesia di wilayah tersebut.

Setelah mengeluarkan moratorium, banyak individu dan para agen perjalanan terus mengirim pencari kerja dengan memanfaatkan visa 3 bulan umroh di Arab Saudi. Akhirnya para pekerja terdampar di gedung keduataan dan Konsultan Jendral Indonesia selama lebih dari itu. Menjadi tidak adil untuk menyalahkan para agen umroh dan PJTKI nakal untuk terus mengirimkan pekerja ke timur tengah dan Malaysia.

Menurut pemeriksaan lapangan terbaru olaeh BNP2TKI yang berpergian ke timur tengah dan Malaysia untuk mengatur pasokan pekerja untuk wilayah.

Meskipun ditemukan, tidak ada tindakan yang diambil oleh pemerintah mengenai hal itu dalam bisnis ekspot pekerja menguntunkan dan agen perjalanan yang tidak bermoral memfasilitasi paket wisata pencari kerja melalui ziarah. Pemerintah enggan melarang pengiriman para pekerja informal dan menawarkan pelatihan kerja dan pendidikan bagi calon pekerja tetap menjadi masalah utama. Pemerintah enggan muncul untuk melarang dan menghentikan pengiriman TKI pada sektor informal ke luar negeri, karena tidak dapat menciptakan lapangan kerja bagi 7,4 juta orang menggangur di negeri ini, seperti data yang ditunjukan pada tahuan 2014. Naun dalam kenyataannya jauh lebih banyak orang yang menganggur atau bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu dan dibayar kurang dari US $ 2/hari.

Pemerintah harus megeluarkan kebijakan eufimistid dengan merevisi UU No. 39/2004 tantang penempatan kerja dan menghentikan agen PJTKI. Meskipun mengetahui banyak warga negara kita yang kena hukuman mati, dipenjara, dan dipulangkan karena tidak memiliki dokumen, orang miskin dari daerah Jabar, NTT, Tatim, Jateng dan Sulawesi Selatan bertekad utuk mencari kerja di luar negeri.

Banyak warga negara Indonesia yang lebih suka bekerja di luar negeri sebagai PRT, tukang kebun, PSK, tukang pijat, atau petugas toko di kota besar. Disamping masalah moralitas, besarnya upah, pekerja domestik di Arab Saudi sebesar $ 399, Rp 2,8 juta di Hong Kong, Rp 4,7 jt di Singapur dan Rp 3,9 juta di Qatar. Sementara itu di Indonesia banyak orang tua miskin menjual putri pada usia remaja untuk mendapatkan uang sekitar 40 jt sapai 60 jt ke pusat hiburan, mayoritas sebagai PSK dan tukang pijat.(dari the jakarta post diterjemahkan oleh purniasih)