Minggu, 31 Mei 2015

       Itu tidak setiap hari bahwa sebuah film horo lokal membuat jalan ke festival internasional, tetapi hal itu lah yang terjadi dengan Jagawana, dibuat oleh mahasiswa dari IKJ fakultas film dan televisi. Film ini mendapat tempat di LISFE, yang diselenggarakan di belanda pada bulan Mei. Kami sangat terkejut, tutur Bambang, profesor IKJ Sinematografi, tentang seleksis, Jagawana, sebuah kata sansekerta yang berarti "penjaga hutan" , salah satu dari 80 film yang depilih dari sekitar 1000 yang masuk.

Meskipun film mahasiswa tidak terpilih sebagai juara utama dalam festival, Jagawana sebagai film yang paling menarik dari kategori hasil vote." itu membuat film mahasiswa datang ke panggung golbal dan dibicarakan penonton lebih menarik," tutur Bambang, yang menghadiri festival dengan direktur Svetlana Dea dan editor Teguh Yusniwan. Tempat dan pemain di sebuah hutan lindung di gunung Pancar dengat Bogor, Jawa Barat, Film ini campuran jenis dari keluarga kontemporer yang konflik dengan mitologi Indonesia dan cerita rakyat.

Protagonis Jagawana adala Anjani, gadis muda yang marah degan kegagalan merasa asing denga ibu tiri barunya setelah oranf tuanya bercerai. Pada saat liburan di hutan, dia bertemu dengan mahluk mistik bertopeng yang memimpin dia dengan senang hati pada saat menentukan perjalanan. Para pembuat film meminjam editing dan teknik suara dari film jenre horor untuk ditananamkan Jagawana dengan ketegangan, sedangkan costumdan efek visual pertunjukan dalam  motif lealistis magic, hasilnya menyenangkan dan menarik, bayangan The blair witch project bertemu Hayao Miyazaki Spirited Away.

Svetlana menggunakan sedikitnya 2  cerita rakyat untuk naskah, yang pertama tentang seorang pria dari sumatra yang meninggalkan istrinya untuk perjalanan melewati hutan dan kembali setelah 5 tahun, yang kedua tentang legenda perkotaan tentang kemah di gunung merapi, Jawa Tengah yang bagun untuk menenmukan diri mereka di pasar roh. Shooting dalam lokasi memerlukan 5 krew dan 60 relawan kerja mahasiswa, di lumpur untuk 20 jam untuk 3 hari shooting. pemain harus memiliki tantangan, ksusunya untuk mendalami karakter.

Kami perlu wanita muda yang dapat akting dan yang sulit dan profesioanal.tutur Teguh pada wawancara di email. Wanita yang akhirnya memainkan , Ocha Raqmiq, yang tumbuh di lingkungan film termiakasih untuk orang tuanya yang terlibat dalam industri.Karakter utama lainnya, kekuatan yang menyerupai seorang wanita tua, harus dibutuhkan yang tinggi untuk menonjolkan karakter manusia hutan, sehingga para pembuat film diperankan laki laki yaoitu Saiful Mahya.

Dia harus berakting dengan topeng yang memiliki pernafasan yang sedikit, tanpa alas kaki di hutan yang berlumpur, harus memakai make up yang tebal dan wig, Dia sangat mengagumkan," tutur Teguh.
Film ini menghabiskan sekitar 100 juta, dengan 60 juta dari para pembuat film (yang dikumpulkan dari uang hasil kerajinan tangan tas merek Jagawana). 40 juta dari alumni IKJ Adi Dwianto, yang mengambil film sebagai protofolio perusahaan produksi baru.

Untuk Bambang, yang membantu juara dalam film dan dipandu pembuar film, itus sama pentingnya bagi para pemuda pembuat film untuk mengamati mitologi Indonesia yang beragam seperti hal itu bagimereka untuk masalah kontemporer seperti perceraian. Ada banyak cara untuk menafsirkan dan mengadaptasi warisan budaya ke dunia, tidak selalu mengenai konflik, tutur dia.

Bagi mereka yang tertarik melihat Jegawana, mungkin harus membeli tiket pesawat ke cina, film tersebut dijadwalkan akan ditampilkan di Beijing Festival Film Pelajar Internasional, menurut Svetlana. Atau bisa juga mendaftar untuk kelas di Film dan televisi IKJ, yang mana menurut editor Teguh, film ini digunakan untuk mengispirasi para mahasiswa tentang potensi dari mahasiswa pembuat film Indonesia.
 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar