Selasa, 19 Mei 2015

Bakso Titoti Wonogiri Bertahan Dari Ujian Waktu


Kebanyakan orang yang menolak kehidupan perusahan dan akan sendirian tetapi sukses dalam berbisnis, perlu lebih dari satu ide impian. Slamet Rianto tidak pernah mengenyam pendidikan formal dalam berbisnis atau pelatihan dalam bagaimana menjalankan usaha agar sukses.Maupun tidak pernah bermimpi menjadi usahawan yang sukses. Masih dengan kegigihan dan kerja keras, Salamet Rianto memberanikan diri untuk berusaha di  usaha kecil seperti penjualan bakso keliling dan membuat hal tersebut menjadi besar.
Dengan uang lima puluh rupiah di tangan, dia mencoba peruntunganya menjual bakso menggunakan gerobak keliling Kota Bambu, Palmerah di Jakarta Barat pada tahun 1970. Semangkuk bakso dijual dengan harga 75 perak pada waktu itu.
Mengetahui bahwa hal tersebut berprospek untuk bisnisnya yang baik, Slamet memulai untuk membuka cabang, membulatkan tekad bersemangat untuk berusaha dan pantang menyerah.
Sekarang, pemilik dari 6 cabang dari Titoti Bakso restauran di Jakarta yang beromset ratusan juta tiap bulan, dengan keuntungan 30 %, Dia memiliki 50 karyawan, yang seluruhnya berasal dari kotanya yaitu Wonogiri di Jawa Tengah, yang terkenal dengan baksonya.
"Ketika ayah mertua saya membuka  kedai pertama, Dia sudah memiliki 3 anak yaitu Nuryanti, Suhartanto, dan Diana Susanti, Dia begitu terinspirasi oleh tiga anaknya itu dia memutuskan untuk nama usahanya dengan suku kata terakhir dari nama anakanya" kata Irfan, Menantu laki-laki Slamet dan manajer restauran di Ciledug, Tangerang di Banten.
Di tengah persaingan ketat dalam berbisnis makanan tradisional, Bakso Titoti tetap menjadi salah satu favorit di kalangan pecinta bakso.
Restauran yang telah bertahan dengan waktu, Pada waktu krisis ekonomi di 1997, ketika usaha layu dan daya beli masyarakat lemah, warung baksonya tetap ramai.
" Kami memiliki ribuan pelanggan di Ciledug dan menjual lebih dari 600 mangkok bakso perhari" menurut Irfan
Indah, pelanggan tetap, memuji rasa asli restauran.
"Saya pecinta bakso dan makan bakso di banyak tempat, namun mereka memiliki rasa yang sama sekali berbeda dari Bakso Titoti.
Pelanggan yang lain, Irma dikenalkan dengan restauran oleh temanya yang mentraktir dia untuk makan siang. Sejak teman saya mengenalkan saya tempat ini, Saya menjadi kecanduan rasa dan bahkan membawa keluarga saya untuk makan di sini pada akhir pekan.
Menurut Irfan baksonya terbuat dari 20 kg daging segar tiap hari untuk dibuat menjadi ratusan mangkung bakso, Satu mangkung bakso dijual dengan harga Rp.15,000. Di restauran, menurut dia ,hanya menjual bakso yang masih segar,  bakso yang tidak laku tidak akan dijual ke pelanggan kemudian harinya.
"Menjaga kepercayaan pelanggan adalah kunci utama yang telah membantu bisnisnya bertahan sampai hari ini" tutur Irfan
Dalam bisnis makanan, dia berkata, memerlukan kesabaran lebih dan kegigihan untuk tetap bertahan. Kegigihan dan kesabaran dibutuhkan dalam berbisnis tetapi itu saja tidak cukup. Kualitas kontrol dalam makanan yang paling penting, dia menjelaskan, tambahan kebersihan dan kepuasan pelanggan adalah kunci untuk memelihara kepercayaan dan untuk membawa lebih banyak pelanggan.
Menurut dia kualitas kontrol yang teliti merupakan satu alasan kenapa restauran tidak berkerja sama dengan cabang lain. dia tidak ingin mengambil resiko dari kepercayan produk tradisional ke tangan yang lain.
" Kami tidak dapat mengontrol kualitas  rasa bakso dengan teliti dan pelayanan ketika cabang melayani pelanggan . Setelah pelanggan merasa tidak puas dengan pelayanan dan rasa, kami tidak dapat berharap mereka untuk datang lagi

(The jakarta post diterjemahkan oleh Purniasih)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar