Wanita Flores menenun rajut mengamankan untuk tradisi

      Bagi wanita di kapupaten Sikka, Flores, NTT menenun kain tidak tentang keahlian tetapi cara untuk menjaga tradisi lama agar hidup. Sebuah film dokumenter tentang sekelompok penenun perempuan di desa Nita memberikan gambaran tentang bagaimana kearifan lokal yang tak ternilai yang terkandung dalam tenun ikat bertahan dalam modernitas. 

Disutradarai oleh Dodit Wijanarko dengan dukungan dari cerita berbasis Australia, kota kecil, inisiatif dokumenter  multi platfrom Au Lorun (Aku tenun) perpusat pada dokter yang telah ditugaskan ke desa. Diperankan oleh para aktris, penyanyi, pencipta lagu dan pemain harpa Maesty Ariotedjo, yang merupakan seorang dokter medis anggota Lepo Lorun (Rumah Tenun) masyarakat tentang perjuangan hidup mereka, harapan dan impian.

Para wanita belajar untuk menenun kain tradisional dari ibu mereka sebagai syarat utama untuk memasuki kedewasaan. Seorang pengantin mungkin harus menenun setidaknya 25 potong kain untuk keluarga tunangan sebagai belisnya (mahar) untuk menikah. Jadi kami tidak menjadi anggota keluarga suami kita dengan tangan kosong dan kelurga kerabat harus memperlakukan kita dengan hormat karena itu, kata Alfonsa Horeng , 40 tahun, pendiri Lepo Lerun, yang belajar membuat kain pada usia 8 tahun, mengatakan perempuan Flores oleh Alam dibuat lebih sabar, kuat dan mandiri karena tenun.

Untuk membuat 1 potong kain kita melewati 45 tahapan dari proses dan 23 peralatan, Itu termasuk membuat benang dari bahan alami dan pewarna. Seluruh proses bisa memakan waktu 9 bulan dan kami menenun sambil melakukan pekerjaan rumah kami dan merawat anak. Dokumenter satu jam juga menunjukan ritual yang mulai tenun dan kaya akan motif perempuan sehingga terampil membuat tanpa bola.

Masyarakat menjadi tujuan Internasional bagi para peneliti dan dan penggemar yang antusia untuk belajar tentang tenun ikat dan budaya lokal. Ada ilmu di tenun ikat yang belum terungkap entah bagaimana nenek moyang kita tahu waktu yang terbaik untuk memilih bahan untuk pewarna dan warna tententu tidak akan muncul jika dibuat ketika kita sedang menstruasi, tutur Alfonso.

Para wanita desa, dengan umur yang paling tua 84, menyediakan homestay akomodasi dan lokakarya di studio mereka untuk pengunjung dengan haraga 150,00 sampai 25 juta, tergantung dengan paket dan lamanya untuk tinggal. Mereka juga tur ke desa laainya untuk menyebarkan kebudayaan tenun dan mendorong orang untuk membuat inventory sendiri dari motif dan warna, tutur Alfonso.

Kain yang kai buat bukan kerajinan, komoditas, kami bukan pengrajin, kami bukan buruh, kai maestro, profesor. Kami menenun bukan untuk uang, kami menenun karena  keyakinan kai dalam tradisi, Kaian merupakan warisan kita.

Dodid mengatakan dia memilih untuk fokus kepada wanita penenun bukan motif dari kain, Misalnya, karena selama dia awal penelitian dia dikesankan oleh bagaimana mereka mengadakan menjadi peran penting bagi keluarga dan ritual ritual tradisioanal. Tanpa menyadari hal itu, mereka menjalakan sisi kewanitaan yang datang dari nilai lokal., dia mengatakan setelah pemutaran film dokumenter di buka pertama Plaza Indonesia Film Festival (PIFF) pada 26 Mei di Cinema XXI Plaza Indonesia Shopping mall, Jakarta Pusat.

4 hari festival, bertema perayaan wanita, tentu saja membayar kehormatan wanita dalam pemutaran 6 film tentang wanita dan perjuangan hidup mereka.

Selain Au Lorun, PIFF juga memutar film musical 5 tahun dengan Anna Kendrick di cetakan dan 2 hari, satu malam (Jean Pierre dan Luc Dardenne). Marion Cotillard dinominasikan sebagai Aktris terbaik dalam peran utama di Academy Awards tahun lalu untuk film. Film film Indonesia Siti, yang baru saja menang di Festival Film Internasional Singapore, Selamat Pagi, Malam dan 7 hati 7 Cinta 7 Wanita memberi gambaran sempuran tentang wanita Indonesia dan masalah mereka.

Acara ini mencerminkan dukungan kai untuk industri kreatif kita degan pemilihan film Indonesia berkualitas, sementara itu memberikan hiburan alternatif untuk pengunjung kai, kata manajer Plaza Indonesia untuk pemasaraan dan komunikasi, Zamri Mamat.